Posted on

Analisis Volume Minyak Gaharu Tipe Aquilaria malaccensis L. pada Proses Penyulingan Minyak Gaharu

Analisis Volume Minyak Gaharu Tipe Aquilaria malaccensis L. pada Proses Penyulingan Minyak Gaharu

Peneliti : Herliani – Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman – Email : ellieherliani@gmail.com

1.         PENDAHULUAN

Pohon gaharu merupakan salah satu tanaman dari Divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, dan Class Dicotyledoneae. Gaharu merupakan salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai jual sangat mahal dan harganya lebih tinggi dibandingkan HHBK lainnya.

Gaharu digunakan sebagai bahan dasar dalam industri parfum, dupa, kosmetik, dan obat-obatan sehingga gaharu bisa dikatakan sebagai salah satu jenis komoditi HHBK yang memiliki nilai multiguna (Sumarna, 2002). Potensi gaharu yang sangat tinggi biasanya berasal dari jenis Aquilaria malaccensis.

Gaharu merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi yang sudah diperdagangkan oleh Bangsa Indonesia sejak jaman pemerintahan Belanda pada tahun 1918-1925 dengan volume ± 11ton/tahun.

Setelah era kemerdekaan ekspor gaharu semakin meningkat tercatat pada tahun 1983-1987 volumenya ± 103 ton/tahun, tahun 1990- 1998 mencapai 165 ton /tahun, dan hingga akhir tahun 2002 mencapai 446 ton/tahun .

Indonesia terkenal sebagai Negara pemilik hutan hujan tropis yang didukung oleh letak geografis, iklim, musim, serta masa penyinaran matahari relatif panjang. Secara biologis, kondisi yang demikian dapat menghasilkan peluang untuk terbentuknya keragaman potensi sumber daya jenis tumbuhan yang tinggi.

Dalam kawasan hutan akan dijumpai antara 30.000-40.000 jenis tumbuhan penghasil kayu serta belum terhitung potensi tumbuhan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Semuanya memiliki manfaat sebagai sumber bahan makanan, industri, serta tumbuhan penghasil obat herbal. Salah satu kelompok tumbuhan jenis HHBK yang telah diketahui dan menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat yang potensial dan memiliki nilai komersial tinggi adalah gaharu (Sumarna, 2014).

Kalimatan timur merupakan daerah penghasil gaharu terpenting di Indonesia khususnya jenis Aqualaria spp yang dikenal menghasilkan gaharu dengan kualitas paling baik. Potensi gaharu dikalimantan cukup besar, 27 persen dari jumalah gaharu di indonesia berasal dari kalomantan timur yaitu sebesar 2752 ton. Gaharu tersebut diperoleh dari alam dan budidaya (Dapertemen Kehutanan, 2004).

Gaharu merupakan unggulan utama Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Gaharu adalah bahan aromatik termahal di dunia, karena harga Gaharu kualitas terbaik di pasar internasional bisa menghasilkan sekitar 2 kg perbatang seharga 58 juta.

Perburuan Gaharu di hutan alam meningkat dikarenakan harga jualnya yang tinggi sehingga mengancam kelestarian Gaharu. Hal ini menyebabkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) di tahun 1994 menetapkan genus Aquilaria spp. Dan Grynops sp. Masuk dalam Apendix II CITES artinya dibatasi perdagangannya dikarenakan populasi yang menyusut oleh perburuan di hutan alam.

Pengembangan usaha tani Gaharu dan proses menginokulasi pohonnya dengan menerapkan teknologi temuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA), satu batang pohon Gaharu berusia 4-5 tahun setelah diinduksi bisa menghasilkan minimal 2 kg gubal Gaharu dalam kurunwaktu 1-3 tahun (Infokita, 2007).

Hasil     analisis     kimia,     Gaharu     (Aquilaria malaccensis L.) yang berasal dari Kalimantan mengandung kompenen pokok minyak gaharu berupa chromone. Chromone  ini menyebabkan bau  harum dari gaharu bila dibakar. (Wiyono, 1998). Gaharu mengandung resin yang tidak tereksudasikan tetapi terdeposit dalam jaringan kayu pada pohon.

Secara kimia, resin merupakan campuran asam resin, resin alkohol, resinotanol, ester dan resen (Ismanto, 2016). Seiring   perkembangan   ilmu    dan   teknologi gaharu tidak hanya dipasarkan sebagai produk bahan mentah saja, namun dapat dipasarkan sebagai hasil olahan berupa minyak gaharu.

Minyak gaharu merupakan minyak asiri yang diperoleh melalui proses penyulingan (destilasi). Cara penyulingan untuk mendapatkan minyak gaharu dapat dilakukan dengan sistem destilasi atau sistem tekanan uap. Minyak asiri ini biasa digunakan pada pembuatan parfum maupun kosmetika.

Semua kelas produk gaharu dapat disuling minyaknya namun, untuk mendapatkan minyak gaharu yang baik, sebagaian besar              produk   gaharu    yang    digunakan berupa kemendengan. Oleh karena itu, diversifikasi produk kemedangan sangat berpotensi untuk dikembangkan terutama di tempat penghasil kemedangan (Humairo, 2010).

Kualitas gaharu ditentukan oleh kadar resin yang terkandung didalamnya, semakin tinggi kadar resinnya semakin bagus kualitasnya.

Seperti telah diketahui bahwa secara umum gaharu dikelompokan dalam tiga grup, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Kualitas Minyak gaharu yang dihasilkan dari jenis gubal akan jauh lebih baik dari kelas kemedengan. Kelas kemedengan berharga murah dan bersifat ringan, serta kompenen kimia dari kemedengan berharga tinggi.

Sedangkan jenis gaharu pada kelas abu merupakan campuran dari hasil pembersihan gaharu kualitas gubal dan kemedangan (Pasaribu.,dkk, 2015).

Tata letak tipe gaharu pada proses destilasi selayaknya menggunakan tiga tipe gaharu yaitu gubal, kemedengan dan abu.

Jika hanya menggunakan tipe gaharu yang berkualitas rendah maka produktivitasnya akan rendah, sehingga proses menjadi tidak ekonomis. Oleh sebab itu pada proses penyulingan minyak gaharu dalam satu ketel suling harus menggunakan beberapa kualitas yaitu gubal, kemedengan, dan abu.

Kualitas tipe gaharu dapat mempengaruhi banyaknya volume minyak yang dihasilkan pada proses penyulingan minyak gaharu. (Humairo.,dkk. 2010).

Kualitas minyak gaharu, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

  • Bahan dasar, kayu gaharu senantiasa memiliki perbedaan kandungan minyak atau resinnya,
  • Asal kayu apakah natural atau alami dari hutan atau kayu gaharu hasil budidaya juga mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan,
  • Karakter aroma gaharu yang dihasilkan dari suatu spesies dengan spesies yang lain memiliki perbedaan,
  • Selain itu kualitas dari minyak gaharu berkenaan dengan proses penyulingan seperti persiapan bahan dasar termasuk diantaranya seperti apa dan seberapa lama proses perendaman bahan dasar sebelum disuling, perangkat penyulingan, metode teknik penyulingan, teknologi penyulingan, besaran suhu yang digunakan pada proses penyulingan (Mulyanto,2018).

1.1.   Botani Pohon Gaharu

Tumbuhan penghasil gaharu secara botani memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut:

  • Kingdom                      : Plantae
  • Filum                            : Spermatophyta
  • Sub-filum                    : Angiospermae
  • Kelas                            : Dycotyledon
  • Sub-kelas                     : Archichlamydae
  • Famili                           : Thymeleaceae
  • Genus                           : Aquilaria sp.
  • Spesies                         : Aquilaria malaccensis L. (Sumarna, 2014).

Di Indonesia, daerah penyebaran tanaman penghasil gaharu dapat dijumpai pada berbagai ekosistem hutan. Mulai dari hutan dataran rendah, pegunungan, dan hutan rawa gambut. Tumbuhan penghasil gaharu tergolong sebagai tumbuhan pioner dan memiliki sifat ekofisiologis pada fase pertumbuhan vegetatif hingga umur tiga tahun.

Tumbuhan ini juga tidak tahan cahaya matahari langsung (semitoleran). Dengan demikian secara alami sebagian besar jenis-jenis pohon penghasil gaharu pada fase awal tumbuh memerlukan naungan sebagai pelindung dari sinar matahari (Sumarna, 2014).

Lahan yang sesuai untuk pengembangan budidaya gaharu perlu memperhatikan parameter ekologis tempat tumbuh yaitu suhu, kelembapan, iklim, stuktur tanah, dan tekstur tanah tempat gaharu akan dikembangkan. Pengembangan pada kondisi lahan dan lingkungan iklim yang berbeda memerlukan tahapan uji kesesuaian tempat tumbuh dan pendekatan parameter ekologis. Hal ini dapat diterapkan dengan perlakuan dan tindakan yang sesuai serta memenuhi persamaan parameter ekologis dan kondisi lahan tempat tumbuh (Sumarna, 2002).

Menurut (Sumarna, 2002) jenis-jenis dan penyebaran tanaman penghasil gaharu yang terdapat di Indonesia terdiri dari famili Thymeleaceae, Leguminoceae, dan Euforbiaceae. Spesies tanaman yang potensial menghasilkan gaharu, perlu diketahui gambaran umum tentang ciri morfologi dan ekologinya.

1.2.   Proses Pembentukkan Gaharu

Proses pembentukan gaharu secara alami umumnya terjadi akibat pohon terluka dan terinfeksi penyakit. Mekanisme proses fisiologis terbentuknya gaharu dimulai dari masuknya mikroba penyakit ke dalam jaringan kayu. Untuk mempertahankan hidupnya, secara fisiologis mikroba akan memanfaatkan cairan sel jaringan pembuluh batang.

Secara perlahan hilangnya cairan sel tersebut akan menurunkan kinerja jaringan pembuluh dalam mengalirkan hara ke daun (fotosintesis). Sel-sel yang isinya sudah dikonsumsi mikroba penyakit akan membentuk suatu kumpulan sel mati pada jaringan pembuluh. Akibatnya, fungsi daun dalam proses fotosintesis akan terhenti sehingga daun menguning dan luruh yang akhirnya tanaman akan mati. Secara fisik cabang dan ranting mongering, kulit batang pecah, dan mudah dikelupas. Kondisi tersebut merupakan ciri biologis pohon yang sudah menghasilkan gaharu (Parman dan T.Mulyaningsih, 2001).

Beberapa jenis mikroba penyakit pembentuk gaharu yaitu,

  • Fusarium sp.,
  • Libertella sp.,
  • Trichoderma sp., dan
  • Scytalidium sp.

Dengan diketahui beberapa jenis mikroba penyakit tersebut maka sangat dimungkinkan dilakukan inokulasi bibit penyakit yang sesuai pada bagian batang dan cabang pohon sehingga diperoleh gaharu buatan (Sumarna, 2002).

Pohon gaharu dapat menghasilkan damar gaharu dengan teknik penularan menggunakan jamur penyebab terbentuknya damar gaharu. Secara alami pembentukan gaharu ini dapat terjadi melalui infeksi karena terluka atau cabang patah. Tetapi ini tidak selamanya terjadi karena dipengaruhi oleh faktor- faktor lingkungan.

Oleh karena itu untuk mempercepat dan meningkatkan pembentukan gaharu diperlukan teknik penularan secara sengaja (Surata, 2001). Menurut (Susilo, 2003), untuk membentuk gaharu secara buatan yaitu dengan menggunakan teknologi sederhana maupun teknologi canggih untuk memperkecil dampak negatif dari pemotongan secara besar-besaran kayu penghasil gaharu di hutan alam, cara tersebut antara lain :

  1. Melukai Bagian Batang Pohon

Pohon jenis penghasil gaharu yang telah berumur 2-3 tahun batangnya dilukai pada bagian kulitnya. Tindakan ini dapat dilakukan 1-2 bulan sekali. Atau dapat pula melukai bagian cabang atau ranting pohon tersebut. dari cara ini diharapkan masuknya mikroorganisme ke dalam bagian batang, cabang, ranting yang terluka tadi, sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan gaharu pada bagian tersebut.

  • Penyuntikan Mikroorganisme

Cari pohon jenis penghasil gaharu yang sudah mempunyai garis tengah batang 10 cm atau lebih. Lakukan pengeboran pada batang tersebut di beberapa tempat yang tidak berdekatan selama 2-3 cm. kemudian masukkan jamur Fusarium ke dalam lubang yang dibuat tadi dan mulut lubang ditutup dengan lilin. Setelah itu amati kemungkinan terjadinya gaharu pada batang pohon tersebut.

  • Penyuntikan Oli dan Gula Merah

Penyuntikan oli dan gula merah yaitu dengan cara campuran oli dan gula merah dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibuat pada batang pohon. Kemudian lubang ditutup kembali dengan lilin.

  • Memasukkan Potongan Gaharu

Potongan gaharu kecil yang didapat dari pohon lain dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat dengan bor ke dalam pohon jenis penghasil gaharu. Pada sisa lubang kemudian ditutup dengan lilin. Potongan gaharu ini bertindak sebagai inokulan pada batang yang masih sehat.

1.3.      Tipe-Tipe Gaharu

Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut, dan umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. (Susilo, 2003).

Secara istilah Abu gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan.

Damar gaharu adalah jenis getah padat dan lunak, yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam- hitaman berseling coklat.

Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling cokelat.

Kemedengan adalah kayu yang berasal dari pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai dengan warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecokelat-cokelatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak.

Gaharu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) sortimen yaitu:

  • Gubal gaharu,
  • Kemedengan gaharu, dan
  • Abu gaharu.

Gubal gaharu dan Kemedengan diperoleh dengan cara menebang pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut. Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan dipotong- potong atau dibelah-belah, kemudian dipilih bagian-bagian kayunya yang telah mengandung akumulasi damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu gaharu.

Potongan- potongan kayu gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya. Agar warna dari potongan kayu gaharu lebih tampak, maka potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara dikerok. Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan pembersihan atau pengerokan, dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuatan abu gaharu (Susilo, 2003).

1.4.   Pengolahan Minyak Gaharu

Minyak gaharu merupakan minyak asiri yang diperoleh melalui proses penyulingan (destilasi). Minyak asiri ini biasa digunakan pada pembuatan parfum maupun kosmetika (Sumarna, 2002).

Penyulingan adalah suatu proses isolasi minyak asiri dari bahan bakunya dengan bantuan uap air, dimana minyak dan air tidak bercampur. Karena sifat minyak asiri yang demikian, maka kandungan minyak dalam kondensat (campuran air dan minyak yang keluar dari kondensor) berbeda untuk setiap jenis bahan minyak asiri (Ma’mun, 2012).

Menurut (Ma’mun, 2012), terdapat tiga cara penyulingan minyak asiri yang lazim digunakan sebagai berikut:

  1. Penyulingan secara direbus (water distillation) dimana bahan dalam ketel direndam dengan air.
  2. Penyulingan secara dikukus (water and steam distillation) pada sistem ini bahan ditaruh pada saringan dengan jarak tertentu diatas permukaan air didalam ketel suling.
  3. Penyulingan dengan uap langsung dimana bahan berada dalam ketel suling dan uap yang berasal dari ketel uap (boiler) dialirkan dengan tekanan tertentu pada bagian bawah ketel suling.

Menurut (Humairo, 2010), proses penyulingan minyak gaharu dengan cara pengukusan melalui tiga tahap yaitu:

  1. Gaharu yang akan dijadikan sebagai bahan baku disiapkan dengan beberapa tipe gaharu yang berbeda. Jumlah bahan bakunya disesuaikan dengan kapasitas alat berupa ketel penyulingan.
  2. Masukkan bahan baku gaharu ke dalam ketel kukus.
  3. Alirkan air ke dalam bagian ketel bahan
  4. Salurkan juga air ke dalam ketel pendinginan dan tempatkan bejana pemisah air dengan minyak pada ujung pendinginan.
  5. Panaskan air yang ada pada ketel bahan tersebut dengan api dari arang, kayu, gas, minyak tanah, atau solar.

Penyulingan dengan cara uap langsung menggunakan uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer yang dihasilkan dari boiler dan dialirkan melalui pipa berlubang- lubang yang terletak dibawah bahan didalam ketel suling.

Boiler berfungsi untuk mensuplai uap dengan tekanan tertentu ke dalam ketel suling. Pada penyulingan skala besar biasanya tekanan uap pada boiler berkisar antara 4-8 kg/cm2.

2.         METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah penentuan kayu gaharu yang digunakan dengan tiga jenis gaharu yaitu Aquilaria malaccensis L. dengan tipe kemedengan, Aquilaria malaccensis L. dengan tipe gubal.

2.1. Tekhnik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini secara Purposive Sampling adalah penentuan kayu gaharu yang digunakan yaitu dengan tipe Gubal dan Kemedengan yang merupakan bahan baku pada proses penyulingan minyak gaharu.

Peletakkan tipe gaharu yang digunakan yaitu dua taraf perbedaan yaitu Gubal sebanyak 7 kg dan Kemedengan sebanyak 7 kguntuk satu kali proses penyulingan, kemudian dianalisis volume minyak gaharu yang dihasilkan pada masing-masing perbedaan tipe gaharu.

2.2. Teknik Pengumpulan Data

  1. 1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan yang akan dilakukan peneliti adalah survei lokasi dilakukan untuk mengetahui kondisi industri penyulingan berskala rumah tangga (Home Industry) yang bertempat di Jalan Gerilya Samarinda serta mengetahui langsung alat yang dipakai pada proses penyulingan.

  • 2. Alat dan Bahan
    • a. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketel sederhana, kondensor, bak penampung air, kompor pemanas, tabung penangkap minyak, labu titrasi dan corong pemisah minyak.

  • b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini kayu gaharu (Aquilaria malacensis L.) yang sudah berbentuk serutan dengan kualitas berbeda yaitu, tipe Gubal, Kemedengan, dan Abu, dengan jumlah ketetapan takaran untuk satu kali proses penyulingan, yaitu:

  • Gubal sebanyak 7 kg,
  • Kemedengan sebanyak 7 kg, dan
  • Abu sebanyak 7 kg

3. Tahap Pelaksanaan

a. Menyiapkan kayu gaharu dalam bentuk serutan yaitu tipe Gubal, Kemendengan, dan Abu.

b. Gaharu yang digunakan dikering anginkan agar kadar air dalam bahan berkurang.

c. Masukkan air pada batas sarangan yang ada pada ketel dengan kapasitas ketel 7 kg. Kemudian letakkan gaharu ke dalam ketel yang ditata dengan baik dengan perbedaan dari masing- masing tipe gaharu yaitu Gubal, Kemedengan, dan Abu dengan ketetapan takaran yaitu Gubal sebanyak 7 kg, Kemedengan sebanyak 7 kg, dan Abu sebanyak   7 kg untuk satu kali proses penyulingan.

d. Kemudian tutup ketel dengan penutupnya dan sambungkan dengan kondensor lalu kencangkan baut yang ada pada ketel agar sambungan ke kondensor tetap terhubung saat proses penyulingan.

e. Setelah bahan dimasukkan ke dalam ketel maka api pada kompor pemanas dapat dinyalakan untuk proses pengukusan selama 72 jam untuk satu kali proses penyulingan.

f. Tahap penyelesaian yaitu proses penitrasi minyak dan air dengan memisahkan minyak menggunakan corong pemisah.

g. Letakkan corong pemisah pada labu titrasi, kemudian buka keran pada corong pemisah secara perlahan agar air sisa penyulingan masuk ke dalam labu titrasi dan minyak hasil sulingan tetap tertampung pada corong pemisah.

h. Kemudian masukkan minyak pada botol penampung minyak.

i. Setelah minyak didapatkan kemudian di analisis volume minyak gaharu yang dihasilkan terhadap perbedaan tipe gaharu pada proses penyulingan yang dilaksanakan di industri penyulingan berskala rumah tangga (Home Industry) bertempat di Jalan Gerilya Samarinda.

3.         HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan dua jenis gaharu yaitu Aquilaria malaccensis L. dengan tipe kemedengan danAquilaria malaccensis L. dengan tipe gubal yang menggunakan ketetapan takaran yaitu sebanyak 7 kg. dari masing-masing jenis kayu gaharu yang digunakan, untuk satu kali proses penyulingan, kemudian dianalisis volume minyak gaharu yang dihasilkan pada masing-masing perbedaan tipe gaharu pada proses penyulingan minyak gaharu.

Hasil analisis volume minyak gaharu pada proses penyulingan diperoleh perbedaan minyak gaharu yang dihasilkan. Perbedaan volume minyak yang dihasilkan dari masing-masing tipe yaitu Aquilaria malaccensis L. dengan tipe kemedengan sebanyak 3.5 gr. Aquilaria malaccensis L. dengan tipe gubal sebanyak 11.1 gr (Tabel 3.1).

Perbedaan jenis kayu gaharu yang digunakan dalam proses penyulingan dapat mempengaruhi volume minyak gaharu yang dihasilkan dari masing-masing jenis kayu gaharu, selain itu yang menentukan banyak atau tidaknya minyak yang dihasilkan dari proses penyulingan adalah tekstur dari bahan baku yang digunakan serta banyaknya getah atau resin yang terkandung dari kayu itu sendiri.

Tabel 3.1 Hasil Analisis Perbedaan Volume Minyak Gaharu Pada Proses Penyulingan

Minyak yang dihasilkan pada proses penyulingan dengan menggunakan bahan baku jenis Aquilaria malaccensis L. tipe kemedengan sebanyak 3.5 gr. jenis kayu kemedengan yang digunakan memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah apabila dibakar dan memiliki warna kayu putih kecoklat-coklatan.

Menurut Susilo (2003) kemedengan adalah kayu yang berasal dari pohon penghasil gaharu, yang memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai dengan warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecokelat- cokelatan, berserat kasar dan memiliki tekstur kayu yang lunak. Sedangkan hasil penyulingan kayu gaharu dari jenis Aquilaria malaccensis L. dengan tipe gubal sebanyak 11.1 gram.

Jenis kayu gubal adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling cokelat serta memiliki serat yang padat.

Perbedaan volume minyak gaharu yang dihasilkan pada proses penyulingan tersebut dipengaruhi oleh kualitas kayu gaharu yang digunakan pada proses penyulingan.

Sependapat dengan Pasaribu (2015) yang menyatakan bahwa kualitas gaharu ditentukan oleh kadar resin yang terkandung didalamnya, semakin tinggi kadar resinnya semakin bagus kualitasnya serta semakin banyak pula kandungan minyak yang terkandung pada kayu tersebut. Getah atau resin dapat ditandai dengan aroma khas yang dikeluarkan dari kayu tesebut jika dibakar serta dapat ditandai pula dengan warna hitam berseling coklat yang terdapat pada serutan kayu gaharu.

Kayu gaharu dari berbagai tipe diperoleh dari pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut. Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan dipotong- potong atau dibelah-belah, kemudian dipilih bagian – bagian kayunya yang telah mengandung akumulasi damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu gaharu.

Menurut Sumarna (2002) potongan-potongan kayu gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya. Agar warna dari potongan kayu gaharu lebih tampak, maka potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara dikerok. Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan pembersihan atau pengerokan, dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuatan abu gaharu.

4.         KESIMPULAN

Volume minyak gaharu yang dihasilkan pada proses penyulingan dipengaruhi oleh perbedaan kayu gaharu yang digunakan.

Kayu gaharu dari hasil proses penyulingan yang menghasilkan volume paling banyak adalah jenis Aquilaria malaccensis L. tipe Gubal.

Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut: Untuk melakukan penyulingan minyak gaharu sebaiknya menggunakan tipe gaharu dari jenis gubal karena jenis tersebut memiliki kandungan resin dan volume paling banyak.