(WCS) Wildlife Conservation Society, Indonesia merupakan salah satu program untukmelakukan kajian ekologi terumbu karang di Kabupaten Lombok Utara yang dilakukan pada tahun 2012 dalam upaya ntuk memberi dukungan kepada pengelolaan kawasan konservasi perairan nasional Taman Wisata Perairan Gili Matra. Dan Kemudian di lanjutkan pada tahun 2013, WCS melakukan kembali kajian ekologi terumbu karang di wilayah perairan Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur.
Pada tanggal 15 juni- 30 juni 2013 kegiatan survei ini dilaksanakan bertempat di 35 titik pengamatan yang mewakili perairan Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah. Kegiatan survei ekologi ini merupakan bagian dari komitmen WCS untuk mendukung program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dan dari hasil kajian ini menemukan bahwa adanya kekayaan ekosistem terumbu karang di pulau Lombok, terdiri dari 66 general karang keras yang berasal dari 17 famili karang keras. Namun jika dilihat secara umum situasi serta kondisi ekosistem terumbu karang di perairan pulau Lombok mengalami kerusakan, dengan di nyatakankan olah hasil observasi menemukan bahwa tutupan substrat terumbu karang di Pulau Lombok didominasi oleh karang mati beralga sebesar 42,62%, sedangkan tutupan karang keras hanya sebesar 29,52%. Lokasi dengan tutupan karang keras tertinggi ditemukan di Kabupaten Lombok Barat sebesar 35.52%, sedangkan yang terendah ditemukan di Kabupaten Lombok Utara sebesar 22,78%.
Selain itu para tim peneliti juga dapat menemukan salah satu jenis karang endemik Indonesia yang tepatnya sudah tersebar di wilayah Lesser Sunda yaitu Acropora suharsonoi. Sampai saat ini the International Union for Conservation of Nature (IUCN) mernyatakan bahwa jenis karang tersebut baru ditemukan di wilayah Bali bagian barat, Bali bagian timur, dan Gili Matra Lombok. Dengan adanya penemuan tersebut , memberi harapan agar bisa mengungkap misteri keanekaragaman hayati laut di Lombok.
Selanjutnya, tim peneliti WCS yang menemukan bahwa adanya biomassa ikan karang di Pulau Lombok sebesar 541,85 kg per hektare. Dan Lokasi di Kabupaten Lombok Barat ditemukan biomassa ikan karang tertinggi sebesar 818,43 kg per hektare, dan Shinta T. Pardede mengatakan inilah salah satu hal yang menunjukkan bahwa Pulau Lombok memiliki potensi perikanan karang yang tinggi dibandingkan beberapa wilayah di Indonesia, selaku salah satu peneliti ikan karang WCS.
Mereka juga mencatat sebanyak 578 spesies yang berasal dari 162 genera dan 49 famili ikan karang yang ditemukan selama survei. Berdasarkan kelompok trofik, hampir 80% ikan karang di perairan Lombok didominasi oleh planktivora dan omnivora, yaitu kelompok ikan yang mayoritas dari famili Caesionidae (ekor kuning dan pisang-pisang), Pomacentridae (betok laut) dan Labridae (keling-kelingan), kecuali di Kabupaten Lombok Tengah.
Potensi perikanan karang yang tinggi di Pulau Lombok, namun disisi lain terdapat ancaman terhadap degradasi ekosistem terumbu karang. karena hal ini terlihat jelas dari kerusakan habitat terumbu karang yang cukup besar, meninggalkan hamparan padang pecahan karang yang luas di hampir 40% luasan terumbu karangnya. Kondisi ini merata hampir di semua kabupaten di Pulau Lombok. di karenakan diduga adanya Praktek penangkapan ikan dengan bom dan racun.
Tingkat Efektivitas pengelolaan TWP Gili Matra sebagai salah satu kawasan konservasi perairan nasional dibawah Kementerian Kelautan dan Perikanan telah berada pada tahap dikelola minimum. Demikian pula dengan Kabupaten Lombok Timur dengan adanya KKPD Gili Lawang dan Gili Sulat, KKPD Gili Petagon, serta lokasi Suaka Perikanan di Sapakoko, Gili Rango, Taked Pedamekan, Gusoh Sandak, dan Taked Belanting.