Perkembangan Pemasokan Dan Permintaan Batu Apung
Didasarkan pada kaidah keseimbangan pemasokan dan permintaan, pemasokan terdiri atas produksi, impor dan stok pada tahun sebelumnya, sedangkan permintaan terdiri atas konsumsi, ekspor dan stok pada tahun bersangkutan. Oleh karena data stok baik pada tahun sebelumnya maupun padatahun bersangkutan tidak/sulit diperoleh, maka dalam evaluasi dan analisis perkembangan pemasokan dan permintaan batu apung di Indonesia, selama periode 1985 – 1991 ini diasumsikan nol.
Pemasokan Batu Apung
Company Name : UD.SWOTS POTS
Lombok Pumice Stone Mining Indonesia
Pumice Stone Supplier From Indonesia
Perkembangan pemasokan batu apung indonesia dalam kurun waktu 1985 – 1991, terus meningkat, sebagai berikut.
Produksi Batu Apung
Produksi batu apung indonesia berasal dari pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan daerah lainnya seperti bali, Lpampung, Bengkulu dan Jawa Barat. Dalam tahun- tahun terakhir ini, di daerah Ternate, Maluku, bau apung sudah mulai dieksploitasi.
Perkembangan produksi batu apung indonesia, selama periode 1985 – 1991, secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat, yaitu dari 3.091 ton pada tahun 1985 menjadi 127.401 ton pada tahun 1988, kemudian meningkat lagi pada tahun 172.554 ton pada tahun 1991. Produksi tertinggi tercapai pada tahun 1990 sebesar 185.461 ton, yang berarti juga telah tejadi penurunan di tahun 1991 sebesar 6,96%. Laju pertumbuhan produksi selama periode tersebut (lima tahun) terakhir adalah 16,78% per tahun
Di daerah Lombok, batu apung tercatat mulai di produksi tahu 1987, yaitu sebesar 23.936 ton, dan terus meningkat hingga menjadi 138.661 ton pada tahun 1990 (Tabel 2). Produksi pada tahun 1991, berdasarkan kuota dari pemerintah terhadap asosiasi batu apung di daerah tersebut, sebanyak 125 ton. Dalam tiga tahun terakhir konstribusi rata-rata produksi batu apung dari lombok, NTB, terhadap seluruh produksi batu apung indonesia adalah sekitar 70%.
Tabel 2. Produksi Batu Apung Indonesia
Tahun | Produksi (ton) | ||
NTB | Daerah lainnya | Jumlah | |
1985 | Tt | 3.091 | 3.091 |
1986 | Tt | 12.361 | 17.361 |
1987 | 23.963 | 73.848 | 97.811 |
1988 | 51.290 | 76.332 | 127.602 |
1989 | 100.000 | 64.322 | 164.111 |
1990 | 138.661 | 46.800 | 185.461 |
1991 | 125.000 | 47.554 | 172.554 |
Sumber: Dinas Pertambangan NTB dan survei PPTM 1991/92, diolah kembali.
Jumlah perusahaan pertambangan batu apung di daerah lombok yang memiliki SIPD eksploitasi sampai dengan tahun 1991 dan masih aktif, hanya sebanyak lima buah. Sedangkan yang lainnya merupakan perusahaan-perusahaan dengan SIPD prosesing dan penjualan.
Produksi batu apung dari daerah Bengkulu, Lampung dan Jawa Barat, sudah dimulai sejak sebelum tahun 1985. Meskipun pada tahun 1989 dan 1990 terjadi penurunan produksi, tetapi selama kurun waktu 1985 – 1991, perkembangan produksi batu apung dari daerah-daerah tersebut masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Kenaikan kembali produksi pada tahun 1991, disebabkan oleh mulai diproduksinya kembali dari daerah Ternate.
Impor Batu Apung
Selama kurun waktu 1985 – 1991, Indonesia mengimpor batu apung hanya dalam jumlah kecil, yaitu dari Jepang dan Taiwan. Pada tahun 1985 dan 1987 tidak tercatat adanya impor batu apung.
Impor batu apung pada tahun 1986 dan 1988 masing-masing berjumlah hanya 3 ton dan satu ton. Akan tetapi, impor batu apung mulai meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1989, tahun 1990, dan pada tahun 1991 masing-masing sebesar 259 ton senilai 88.725 dolar AS, 153 ton senilai 49.106 dolar AS dan 294 ton senilai 131.502 dolar AS (Tabel 3).
Tabel 3. Impor Batu Apung Indonesia
Tahun | Tonase (ton) | Nilai (AS $) |
1985 | – | – |
1986 | 3 | 4.763 |
1987 | – | |
1988 | 1 | 2.249 |
1989 | 259 | 88.725 |
1990 | 153 | 49.106 |
1991 | 294 | 131.502 |
Sumber : Statistik Perdaganan, Impor, BPS
Permintaan Batu Apung
Permintaan batu apung Indonesia yang terdiri atas konsumsi di dalm negeri dan ekspor selama periode 1985 – 1991 cenderung terus meningkat sebagai berikut:
Konsumsi Batu Apung
Di Indonesia, batu apung digunakan untuk pembuatan agregat ringat seperti genteng, bata, gorong-gorong untuk pondasi rumah, dan stonewashing di industri jean. Konsumsi batu apung di dalam negeri selam kurun waktu 1985 – 1991, ternyata telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Pemenuhan kebutuhan batu apung tersebut, lebih dari 98% dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri, yaitu antara 10 – 20% dari tingkat produksi.
Laju pertumbuhan konsumsi dari lima tahun terakhir adalah 48,59%. Konsumsi pada tahun 1985 hanya sebanyak 697 ton, pada tahun 1988 meningkat menjadi 17,891 ton, hingga pada tahun 1991 mencapai 49,917 ton (Tabel 4).
Tabel 4. Konsumsi Batu Apung Indonesia
Tahun | Tonase (ton) |
1985 | 697 |
1986 | 1.739 |
1987 | 12.178 |
1988 | 17.891 |
1989 | 26.670 |
1990 | 55.668 |
1991 | 49.917 |
Sumber : Survei PPTM, diolah kembali
Penggunaan batu apung didalam negeri, baik sebagai bahan baku utama maupun penolong, diantaranya adalaha industri bahan konstruksi seperti genteng, bata bangunan, dan untuk pondasi rumah terutama di daerah yang memiliki potensi batu apung. Industr lainnya
yang mengunakan batu apung adalah industri jean (tekstil, keramik, gerabah), patung, dan barang-barang seni lainnya.
Ekspor Batu Apung
Sebagian besar (95%) ekspor batu apung indonesia ditujukan ke Hongkong, Thailand, Taiwan, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Korea Selatan, sedangkan sisanya ke negara-negara di Asia Timur, India, Bangladesh, Oman, dan lain-lain. Ukuran batu apung yang di ekspor ada tiga jenis yaitu 2/3 inci, ¾ inci dan 5/8 inci. Jumlah ekspor setiap tahunnya sekitar 80 – 90% dari total batu apung yang diproduksi.
Perkembangan sektor batu apung indonesia, selama kurun waktu 1985 – 1991, meskipun sedikit telah berfluktasi, dapat dikatakan tetap menunjukkan peningkatan, dan dalam lima tahun terakhir kenaikannya rata-rata 14,96% per tahun. Pada tahun 1985 ekspor batu apung hanya sebanyak 2.787 ton, pada tahun 1988 menjadi 88.787 ton, dan pada tahun 1991 meningkat lagi menjadi 106.161 ton. Ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1989, yaitu sebanyak 119.082 ton. Jika dibandingkan dengan tahun 1989, ekspor tahin 1991 menurun sekitar 10,85%, tetapi meningkat sebesart 1,28% dibandingkan ekspor tahun 1990 (Tabel 5).
Tabel 5. Ekspor Batu Apung Indonesia
Tahun | Tonase (ton) | Nilai (AS $) |
1985 | 2.787 | 321.404 |
1986 | 15.626 | 1.863.752 |
1987 | 73.759 | 8.683.463 |
1988 | 88.787 | 9.360.696 |
1989 | 119.082 | 13.857.259 |
1990 | 104.402 | 14.373.400 |
1991 | 106.161 | 14.413.440 |
Sumber : Biro Pusat Statistik